Serunya Festival Ojung, Tradisi Warga Situbondo Mendatangkan Hujan
Reporter
Wisnu Bangun Saputro
Editor
A Yahya
30 - Sep - 2025, 09:44
JATIMTIMES - Suara alunan musik tradisional menggema di Lapangan Kecamatan Kendit, Senin (29/09/2025). Ribuan warga berjubel, mata mereka tertuju ke arena tanah lapang. Di tengah lingkaran penonton, dua lelaki bertelanjang dada berhadapan, masing-masing menggenggam rotan.
Begitu aba-aba wasit terdengar, cambuk pun berayun, memecah udara, menimbulkan bunyi khas yang memekakkan telinga. Inilah Ojung, ritual kuno Situbondo yang dipercaya mampu mendatangkan hujan.
Baca Juga : Sejarah Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober: Latar Belakang, Korban, dan Maknanya
Tradisi Ojung dalam bahasa Madura bukan sekadar adu fisik. Sejak abad ke-13, ritual ini menjadi simbol doa dan pengorbanan. Para leluhur meyakini, setiap cambukan yang mendarat di tubuh adalah persembahan, permohonan agar hujan turun dan bencana menjauh.
Aura sakral terasa sejak awal, ketika tetua adat memimpin doa bersama, menciptakan suasana yang sekaligus religius dan meriah.
Bupati Situbondo, Yusuf Rio Wahyu Prayogo atau Mas Rio, membuka festival dengan pesan tegas, budaya harus dijaga, meski zaman terus berubah. Ia bahkan berjanji tahun depan festival akan digelar lebih besar di Alun-Alun Situbondo.
“Festival Ojung bukan hanya ritual memohon hujan, tapi juga simbol ketangguhan dan solidaritas masyarakat Situbondo. Di tengah tantangan iklim seperti sekarang, tradisi ini mengingatkan kita untuk bersyukur dan berdoa bersama,” ucapnya.
Pemerintah Kabupaten Situbondo berencana mengangkat Festival Ojung menjadi agenda tahunan berskala nasional. Inovasi digital, seperti live streaming, tengah dipertimbangkan agar pesan budaya ini menjangkau generasi muda yang lebih luas.
“Kami akan alokasikan anggaran untuk riset lebih lanjut tentang sejarah Ojung, agar generasi mendatang paham akarnya. Ini bukan sekadar festival, tapi jembatan masa lalu dan masa depan Situbondo yang lebih hijau dan makmur,” ungkap Mas Rio.
Di arena, puluhan ronde berlangsung. Setiap laga berdurasi lima menit, tiga hingga lima kali cambukan saling dilontarkan. Meski keras, pertandingan tetap diawasi ketat oleh wasit untuk menjaga keselamatan.
Baca Juga : Jadwal Libur Nasional Oktober 2025: Cek Tanggal Merah dan Long Weekend
Bagi peserta, rasa sakit bukan halangan, melainkan bagian dari pengorbanan. Taufik (45), petani asal Desa Curah Tatal, yang sejak remaja ikut Ojung, mengaku luka di punggungnya tak sebanding dengan doa yang dipanjatkan.
“Setiap cambukan rotan ini seperti doa kami. Tahun lalu, setelah Ojung, hujan deras turun seminggu kemudian. Itu bukti Tuhan mendengar pengorbanan kami,” ujarnya.
Festival kali ini juga jadi pesta rakyat. Panitia mencatat jumlah pengunjung naik 30 persen dibanding tahun lalu. Pedagang makanan tradisional kebanjiran pembeli, anak-anak berlarian riang, sementara orang tua larut dalam nostalgia.
Sutini (32), ibu rumah tangga dari Desa Panarukan, mengaku sengaja membawa anak-anaknya agar mengenal budaya leluhur. “Dulu orang tua cerita, Ojung ini obat dari kekeringan. Sekarang anak-anak saya bisa melihat sendiri. Terima kasih Bupati Mas Rio yang hadir, rasanya kami benar-benar dihargai,” tuturnya.
Keajaiban pun terjadi. Usai festival selesai digelar, langit Situbondo perlahan berubah mendung. Angin sepoi-sepoi membawa hawa sejuk yang berbeda dari siang terik sebelumnya. Pada, Selasa (30/09/2025) sekitar jam 02.00 dini hari, hujan benar-benar turun membasahi tanah Situbondo. Warga percaya, itulah jawaban atas doa dan pengorbanan yang dipanjatkan lewat Ojung.