JATIMTIMES - Keputusan Partai Nasdem mengusung Ketum PKB Muhaimin Iskandar menjadi bakal cawapres mendampingi Anies Baswedan sebagai bacapres masih cukup menyita perhatian. Pasalnya, keputusan tersebut terbilang secara tiba-tiba dan disebut sebagai keputusan sepihak dari Partai Nasdem.
Sebab di sisi lain, Partai Nasdem masih terikat dalam Koalisi Perubahan bersama dua partai besar lain. Yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat. Namun, sebelum diputuskan nama Cak Imin yang diusung, ada 4 nama tokoh lain yang sempat muncul dalam pembahasan.
Baca Juga : Anies serta Muhaimin Sebut Hormati Sosok Pahlawan Nasional dan Pendiri NU, Alasan Deklarasi di Surabaya
Dikutip dari beritajatim.com, dari lima nama yang muncul, beberapa diantaranya adalah tokoh NU. Yakni Muhaimin Iskandar dan Ketua PP Muslimat NU yang saat ini menjabat sebagai Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa.
Sedangkan 3 nama lainnya yakni Putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid yakni Yenny Wahid, lalu mama Menkopolhukam yang juga tokoh NU Mahfud MD. Selain itu nama yang juga sempat muncul adalah Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
“Tapi karena Khofifah menolak, Yenny juga tidak bersedia, maka nama Imin itu muncul nomor satu. Sejak itu sebenarnya sudah intensif komunikasinya, baik langsung maupun melalui Gus Mahasin,” ujar Ketua Jaringan Relawan Nasional Anies Baswedan (Jarnas ABW) Jawa Timur, Dhimam Abror.
Abror pun mengatakan bahwa terpilihnya Muhaimin Iskandar juga tidak serta merta dilakukan. Artinya sebelum memutuskan Cak Imin yang mendampingi Anies Baswedan pada Pilpres 2024, telah dilakukan pembahasan intensif bersama para kiai senior.
"Puncaknya itu sebenarnya 10 Agustus kemarin ketika halaqah 200 kiai di Pondok Pesantren Ndresmo. Di situ yang mengkoordinir adalah Gus Mahasin (KH Nasirul Mahasin), kakaknya Gus Baha (KH Ahmad Bahaudin Nursalim),” terang Abror.
Baca Juga : Copot Baliho Anies-AHY, Demokrat Kota Malang Pilih Matangkan Bacaleg
Abror mengatakan, elektabilitas menjadi salah satu alasan menggandengkan Anies Baswedan dengan Muhaimin Iskandar. Menurutnya, elektabilitas mantan Gubernur DKI Jakarta itu masih lemah di Jawa Timur. Terlebih jika dibandingkan dengan Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
Selain itu, keluarnya Partai Demokrat dari Koalisi Perubahan atas keputusan tersebut menurutnya juga telah diperhitungkan. Artinya, ia menilai bahwa para relawan telah memahami terkait resiko yang mungkin terjadi pada dinamika politik.
“Memilih AHY pun belum tentu menyenangkan semua orang. Saya kira ini risiko dalam politik,” kata dia.