JOMBANGTIMES – Rencana mengaktifkan kembali jalur kereta api (KA) jurusan Jombang – Babat yang dilakukan PT KAI masih menyisakan sejumlah pertanyaan besar. Paling mendasar adalah terkait rute jalur yang bakal diaktifkan, menggunakan jalur lama peninggalan pemerintah Hindia Belanda yang relnya tertanam di tanah, atau melakukan pembebasan lahan baru. Sebab di jalur lama banyak bangunan penduduk, kantor pemerintahan, dan fasilitas umum seperti pasar.
Sebagai contoh, rel KA peninggalan Belanda juga melintasi kawasan yang kini sudah berubah menjadi pemukiman penduduk, atau tepat di depan SDN Kedungrejo, Kecamatan Megaluh. Saat ini, bekas beton jembatan penyangga rel masih ada dan digunakan warga untuk akses jalur poros. Ditarik lurus ke selatan, rel kemudian melewati jalan raya depan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas hingga kawasan belakang Pasar Legi di Kota Jombang.
Konon, salah satu bangunan kuno di belakang Pasar Legi Jombang dulunya adalah stasiun. Selain tanda plakat ‘Jombang Kota’ yang masih tampak dibagian tembok, model bangunan juga memang mirip stasiun. Apalagi, secara getok tular warga sekitar menyebut kawasan belakang Pasar Legi dengan sebutan “pasar stasiun”. Eks Stasiun Jombang Kota kondisinya bangunannya masih cukup baik. Pintu dan tembok terlihat masih kokoh, hanya saja beberapa genting sudah mulai terlepas karena kayu yang rapuh dimakan usia. Ruang tunggu penumpang juga masih ada, dan kini sudah berubah menjadi kios pedagang beras.
Sementara yang dulu digunakan sebagai ruang kerja pegawai stasiun, kini sudah berubah menjadi kantor UPT Dinas Pasar. Bagi warga Kota Jombang yang pernah menggunakan transportasi ini, tentu banyak mendapatkan pengalaman. Menurut cerita, paling dominan yang jadi penumpang KA adalah pelajar asal Kecamatan Ploso, Tembelang, Megaluh, dan Kota. Seperti pelajar Sekolah Teknik (ST), yang dulu satu kompleks dengan STM (sekarang SMKN 3). Kemudian pelajar SMPN 1 (saat ini SMAN 3). Ditambah pelajar Sekolah Menengah Persiapan Pembangunan (sekarang SMAN 2), SMEA Negeri (sekarang SMKN 1), dan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) yang dulu juga jadi satu di SMAN 3.
Yang unik, untuk urusan tiket para pelajar ini membayar dengan sistem abonemen atau per bulan kepada pengelola stasiun. ”Orang dulu menyebut kereta itu dengan nama sepur truthuk, paling banyak penumpangnya adalah pelajar yang rumahnya di utara Jombang,” ungkap Sukarsih, 59, salah satu warga Jombang yang pernah menggunakan jasa sepur truthuk tahun 1970-an. Ia mengaku, banyak kenangan indah terukir dari pengalaman naik sepur truthuk untuk berangkat sekolah.
Sukarsih yang merupakan alumni Sekolah Pendidikan Guru (SPG) tahun 1975 ini mengatakan, sepur truthuk berangkat dari stasiun Jombang Kota pada pukul 06.00 WIB. Setelah berangkat dari stasiun Jombang Kota, rel KA mengarah ke selatan dan melintas tepat di samping bangunan yang kini menjadi landmark Kabupaten Jombang, yaitu tugu Ringin Contong. Para pelajar yang hendak menuju ke sekolah, turun dari kereta di taman Kebon Rojo dan kemudian berjalan kaki ke sekolah masing-masing.
Cerita lain juga disampaikan Sulhan, 59, warga Desa Rejoagung, Kecamatan Ploso, sekaligus mantan pelajar di sekolah Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) Jombang. Ia menceritakan, para pelajar asal yang menggunakan jasa kereta untuk pulang, bisa meninggalkan sekolah 15 menit lebih awal dari waktu sebenarnya. “Dapat dispensasi dari guru, untuk keluar kelas lebih awal demi mengejar jam lewat KA,” katanya.
Lalu apakah rencana PT KAI yang menghidupkan jalur KA jurusan Jombang – Babat bakal memilih jalur lama, sehingga KA melintas disamping tugu Ringin Contong? Kita tunggu saja. (*)