JATIMTIMES - Kerja sama Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang dengan PBNU memasuki fase yang tak lagi bisa ditunda. Bukan soal kunjungannya, melainkan apa yang harus dihasilkan setelah itu. Karena itu, belum lama ini, tim Pascasarjana UIN Maliki Malang datang ke Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur untuk menetapkan tiga fokus yang paling krusial: jalur percepatan SDM NU, kolaborasi riset yang terukur, dan pengabdian masyarakat yang berdampak nyata.
Delegasi yang dipimpin Wakil Rektor IV, Prof. Dr. Abdul Hamid, membawa mandat sederhana tapi tegas: memetakan program yang bisa dieksekusi dalam waktu dekat. Bersamanya hadir jajaran pascasarjana, Prof. Dr. Agus Maimun, Dr. Sutaman, dan Prof. Dr. M. Fauzan Zenrif, untuk memastikan tiap bidang punya target yang bisa diukur, bukan sekadar wacana.

Disana, pertemuan langsung mengerucut pada isu inti: NU butuh percepatan kualitas SDM, dan UIN Maliki punya model yang bisa dipakai, Ma’had berbasis kampus yang menggabungkan karakter pesantren dengan disiplin akademik. Tidak ada pujian-pujian seremonial; yang dibicarakan adalah pemanfaatannya.
Baca Juga : Kejari Blitar Beri Kuliah Umum HAKORDIA 2025 di Unisba: Mahasiswa Didorong Jadi Agen Integritas
“Yang UIN Maliki punya adalah sistem yang bisa langsung dipakai untuk memperkuat ekosistem pendidikan NU,” ujar KH. Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin), menegaskan bahwa NU membutuhkan model yang bekerja, bukan yang hanya bagus di atas kertas.

Di meja riset, arah pembahasan lebih teknis lagi. PWNU menyoroti peluang publikasi ilmiah bersama, terutama karena beberapa jurnal UNU telah terindeks Scopus. UIN Maliki diminta masuk sebagai mitra penguat, bukan penonton, agar riset NU punya posisi dalam peta akademik nasional.
Bidang pengabdian masyarakat bahkan lebih spesifik: PWNU baru saja mendapatkan mandat mengelola 100 hektare kawasan hutan. Alih-alih menjadikannya program seremonial “kehutanan sosial”, mereka meminta UIN Maliki mendampingi desain pengembangan ekonomi komunitas dan sosial berbasis data ilmiah. Intinya: kawasan itu harus produktif, bukan hanya tercatat.
Di akhir pertemuan, Gus Kikin menolak romantisasi. NU, katanya, terlalu lama tertahan oleh lemahnya kualitas SDM. Ia menegaskan bahwa perpaduan antara disiplin pesantren dan ilmu modern bukan pilihan estetis, tapi kebutuhan dasar jika NU ingin mengubah kapasitas kader-kadernya.
